Sharing knowledge dimaknai sebagai proses transfer informasi dari satu individu ke individu lain, baik yang […]
Sharing knowledge dimaknai sebagai proses transfer informasi dari satu individu ke individu lain, baik yang terdokumentasi dan tidak. Manfaatnya begitu penting bagi peningkatan performa bisnis karena mampu menstimulasi tiap individu agar mengeluarkan potensi terbaiknya.
Manfaat yang juga tak kalah penting yaitu naiknya produktivitas, efektivitas, dan efisiensi. Itu sebabnya, penting untuk menerapkan budaya ini karena ada banyak sisi positif yang bisa didapat. Dengan catatan, sharing knowledge harus dibudayakan dalam perusahaan.
Lalu, bagaimana cara menerapkan budaya sharing knowledge?
Meski berguna untuk berkomunikasi, tapi aplikasi perpesanan dan video tak mampu memfasilitasi sharing knowledge. Keterbatasan fitur yang ada pada alat tersebut justru bisa menyulitkan individu yang terlibat sehingga menjadi kurang produktif, selain juga membosankan.
Guna mengatasi, perusahaan bisa memanfaatkan platform berbagi pengetahuan berbasis kecerdasan buatan (AI). Tentu tak semua platform mampu memberi hasil yang diharap, itu sebabnya memilih satu jenis yang tepat harus diupayakan lebih dulu.
Lewat alat yang tepat, produktivitas bisa terangkat. Platform yang efektif membantu mengidentifikasi persoalan lalu mencari solusi berdasarkan masukan secara kolektif dalam waktu singkat.
Masih terkait dengan poin pertama, perusahaan setidaknya harus memberi fasilitas berupa ruang khusus yang nantinya dimanfaatkan sebagai area sharing knowledge.
Kantor tradisional mengharuskan individu masuk dan duduk di ruang kerja yang terkotak-kotakkan, yang mana sangat counterintuitive karena membatasi proses berbagi ilmu. Di sisi lain, kantor modern punya tantangan sendiri saat karyawan harus bekerja dari rumah. Yang terbaik tentu kombinasi dari keduanya.
Perusahaan harus mampu memfasilitasi tiap individu dengan ruangan khusus untuk berkumpul di satu waktu secara berkala. Selain pertemuan fisik, karyawan juga harus dibekali platform sharing knowledge yang bisa diakses siapa saja dan dari mana saja. Dari sini proses transfer ilmu bisa terjadi.
Sharing knowledge hanya berhasil jika semua individu mau berkontribusi aktif di tiap prosesnya. Yang jadi persoalan, tak semua individu mau mengikuti semua proses dengan alasan masing-masing.
Menjadikan semua proses lebih formal bisa memberi hasil efektif karena akan ‘memaksa’ mereka mengikuti. Sederhananya, terjemahkan proses tersebut menjadi suatu aturan wajib. Karena semua menjadi formal, semua pihak tentu punya pandangan sama terhadap aturan.
Hanya saja ini bisa dilakukan jika semua detail sudah dirumuskan, termasuk reward dan punishment jika diperlukan. Ini membuat semua yang terlibat jadi lebih pro aktif saat proses sharing knowledge berjalan.
Sudah menjadi tugas pemimpin bahwa harus memberi contoh pada struktur di bawah. Begitu aturan terbentuk, pemimpin harus mulai menerapkan budaya transfer ilmu. Gagal dalam sharing knowledge mampu menyebabkan kerugian hingga USD 32 milyar per tahun mengacu pada satu studi.
Guna mencegah menjadi bagian dari statistik tersebut, jajaran manajemen harus mau ikut serta dalam menerapkan budaya sharing knowledge sekaligus jadi contoh dalam aplikasinya. Selain berguna dalam membangun kepercayaan internal, ini juga mampu memperbaiki performa bisnis.
Pemimpin yang transparan dan penuh keterbukaan, baik dalam keberhasilan dan kegagalan, bisa mendorong struktur di bawahnya untuk lebih aktif. Terapkan kolaborasi antar hirarki, terlepas dari peran dan struktur yang diemban.
Tak semua metode sharing knowledge akan berhasil, itu sebabnya ‘teliti sebelum membeli’. Coba gunakan metode berbeda karena ini akan membuka komunikasi dan mendorong keterikatan sosial antar individu.
Budaya sharing knowledge mampu meningkatkan rasio kepuasan, keterbukaan, dan tentunya hemat waktu. Dengan begitu, perusahaan wajib menyediakan teknik berbeda untuk berbagi informasi. Ini juga membantu individu agar memilih satu metode yang sesuai karakternya dan tingkat kenyamanannya.
Buat semacam diskusi aktif di mana jajaran staf mau secara sukarela mengangkat tangan untuk berbagi apa yang menjadi keresahannya, termasuk isu dan potensi solusinya. Penggunaan platform berbagi juga perlu guna memberi akses langsung untuk berbagi informasi.
Ternyata 83% karyawan merasa puas dengan tempat kerja yang menerapkan budaya berbagi dan saling membantu, walau pada faktanya banyak pekerja yang hanya mau berbagi dengan kolega terdekat saja.
Praktik ini setidaknya bisa memberi gambaran jelas kalau budaya kerja yang sehat sudah mulai terbentuk. Tapi untuk mencapai tahap ini, semua yang terkait perusahaan harus mau menerapkan mindset yang tepat sehingga siapapun tak segan berbagi informasi nantinya.
Pemimpin jelas harus mau mengambil tanggung jawab ini, termasuk memberi motivasi, bereksperimen dengan metode pembelajaran, dan menciptakan pola pikir baru bahwa kegagalan merupakan bagian dari inovasi dan kesuksesan.
Memang dibenarkan bahwa tiap bisnis diharuskan mengadopsi budaya sharing knowledge, tentunya dengan menyesuaikan nilai yang dianut perusahaan. Jadi, sebaiknya buat rencana dulu lalu pilih metode yang sesuai, dan terapkan!